Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah, Yang Maha Agung dan Mulia
menjumpaiku - yakni dalam tidurku - kemudian berfirman kepadaku, "Wahai
Muhammad, katakanlah : "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk
mencintai-Mu, mencintai siapa saja yang mencintai-Mu, serta mencintai
perbuatan yang mengantarkan aku untuk mencintai-Mu."
Dalam amal ubudiyah, cinta (mahbbah) menempati derajat yang paling
tinggi. Mencintai Allah dan rasul-Nya berarti melaksanakan seluruh
amanat dan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, disertai luapan kalbu yang
dipenuhi rasa cinta.
Pada mulanya, perjalanan cinta seorang
hamba menapaki derajat mencintai Allah. Namun pada akhir perjalanan
ruhaninya, sang hamba mendapatkan derajat wahana yang dicintaiNya.
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah, Yang Maha Agung dan Mulia
menjumpaiku - yakni dalam tidurku - kemudian berfirman kepadaku, "Wahai
Muhammad, katakanlah : /Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk
mencintai-Mu, mencintai siapa saja yang mencintai-Mu, serta mencintai
perbuatan yang mengantarkan aku untuk mencintai-Mu."/
Dalam buku
"Mahabbatullah" (mencintai Allah), Imum Ibnu Qayyim menuturkan
tahapan-tahapan menuju wahana cinta Allah. Bahwasanya cinta senantiasa
berkaitan dcngan amal. Dan amal sangat tergantung pada keikhlasan kalbu,
disanalah cinta Allah berlabuh. Itu karena Cinta Allah merupakan
refleksi dari disiplin keimanan dan kecintaan yang terpuji, bukan
kecintaan yagn tercela yang menjerumuskan kepada cinta selain Allah.
Tahapan-tahapan menuju wahana cinta kepada Allah adalah sebagai berikut:
1.
Membaca al-Qur'an dengan merenung dan memahami kandungan maknanya
sesuai dengan maksudnya yang benar. Itu tidaklain adalah renungan
seorang hamba Allah yang hafal danmampu menjelaskan al-Qur'an agar
dipahami maksudnya sesuai dengan kehendak Allah swt. Al-Qur'an merupakan
kemuliaan bagi manusia yang tidak bisa ditandingi dengan kemuliaan
apapun. Ibnu Sholah mengatakan "Membaca Al-Qur'an merupakan kemuliaan,
dengan kemuliaan itu Allah ingin memuliakan manusia di atas mahluk
lainnya. Bahkan malaikat pun tidak pernah diberi kemuliaan semacam itu,
malah mereka selalu berusaha mendengarkannya dari manusia".
2.
Taqarub kepada Allah swt, melalui ibadah-ibadah sunnah setalah melakukan
ibadah-ibadah fardlu. Orang yang menunaikan ibadah-ibadah fardlu dengan
sempurna mereka itu adalah yang mencintai Allah. Sementara orang yang
menunaikannya kemudian menambahnya dengan ibadah-ibadah sunnah, mereka
itu adalah orang yang dicintai Allah. Ibadah-ibadah sunnah untuk
mendekatkan diri kepada Allah, diantaranya adalah: shalat-shalat sunnah,
puasa-puasa sunnah,sedekah sunnah dan amalan-amalan sunnah dalam Haji
dan Umrah.
3. Melanggengkan dzikir kepada Allah dalam segala
tingkah laku, melaui lisan, kalbu, amal dan perilaku. Kadsar kecintaan
seseorang terhadap Allah tergantung kepada kadar dzikirnya kepadaNya.
Dzikir kepada Allah merupakan syiar bagi mereka yang mencintai Allah dan
orang yang dicintai Allah. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
"Sesungguhnya Allah aza wajalla berfirman :"Aku bersama hambaKu,s elama
ia mengingatKu dan kedua bibirnya bergerak (untuk berdzikir) kepadaKu".
4.
Cinta kepada Allah melebihi cinta kepada diri sendiri. Memprioritaskan
cinta kepada Allah di atas cinta kepada diri sendiri, meskipun
dibayang-bayangi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak lebih mencintai
diri sendiri. Artinya ia rela mencintai Allah meskipun beresiko tidak
dicintai oleh mahluk. Inilah derajat para Nabi, diatas itu derajat para
Rasul dan diatasnya lagi derajat para rasulul Ulul Azmi, lalu yang
paling tinggi adalah derajat Rasulullah Muhammad s.a.w. sebab beliau
mampu melawan kehendak dunia seisinya demi cintanya kepada Allah.
5.
Kontinuitas musyahadah (menyaksikan) dan ma'rifat (mengenal) Allah
s.w.t. Penglihatan kalbunya terarah kepada nama-nama Allah dan
sifat-sifatNya. Kesadaran dan penglihatan kalbunya berkelana di taman
ma'rifatullah (pengenalan Allah yang paling tinggi). Barang siapa
ma'rifat kepada asma-asma Allah, sifat-sifat dan af'al-af'al Allah
dengan penyaksian dan kesadaran yang mendalam, niscaya akan dicintai
Allah.
6. Menghayati kebaikan, kebesaran dan nikmat Allah lahir
dan batin akan mengantarkan kepada cinta hakiki kepadaNya. Tidak ada
pemberi nikmat dan kebaikan yang hakiki selain Allah. Oleh sebab itu,
tidak ada satu pun kekasih yang hakiki bagi seorang hamba yang mampu
melihat dengan mata batinnya, kecuali Allah s.w.t. Sudah menjadi sifat
manusia, ia akan mencintai orang baik, lembut dan suka menolongnya dan
bahkan tidak mustahil ia akan menjadikannya sebagai kekasih. Siapa yang
memberi kita semua nikmat ini? Dengan menghayati kebaikan dan kebesaran
Allah secara lahir dan batin, akan mengantarkan kepada rasa cinta yang
mendalam kepadaNya.
7. Ketertundukan hati secara total di hadapan
Allah, inilah yang disebut dengan khusyu'. Hati yang khusyu' tidak
hanya dalam melakukan sholat tetapi dalam semua aspek kehidupan ini,
akan mengantarkan kepada cinta Allah yang hakiki.
8. Menyendiri
bersama Allah ketika Dia turun. Kapankan itu? Yaitu saat sepertiga
terakhir malam. Di saat itulah Allah s.w.t. turun ke dunia dan di saat
itulah saat yang paling berharga bagi seorang hamba untuk mendekatkan
diri kepadaNya dengan melaksanakan sholat malam agar mendapatkan cinta
Allah.
9. Bergaul dengan orang-orang yang mencintai Allah, maka iapun akan mendapatkan cinta Allah s.w.t.
10. Menjauhi sebab-sebab yang menghalangi komunikai kalbu dan Al-Khaliq, Allah subhanahu wataala.
Disarikan oleh Muhammad Dzaki Ismail
Rabu, 14 Maret 2012
10 CARA MENCINTAI ALLAH ( TUHAN )
Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya.
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin. Saudaraku, sungguh setiap orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan maksud tadi dalam kitab beliau Madarijus Salikin.
Pertama, membaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut. Ini semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si penulis buku. [Maka begitu pula yang dapat dilakukan terhadap Al Qur’an, pen]
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib. Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi seorang pecinta.
Ketiga, terus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh sekadar dengan keadaan dzikir kepada-Nya.
Keempat, lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai kesulitan.
Kelima, merenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah. Oleh karena itu, mu’athilah, fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya keliru dalam memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah telah terputus (karena mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut).
Keenam, memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya.
Ketujuh, -inilah yang begitu istimewa- yaitu menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya.
Kedelapan, menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah yang begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.
Kesepuluh, menjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah Ta’ala.
Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallalahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Sumber: Madaarijus Saalikin, 3/ 16-17, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Darul Hadits Al Qohiroh
***
Selesai disusun selepas shalat shubuh, 6 Jumadits Tsani 1430 H, di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
Langganan:
Postingan (Atom)